Kamis, 22 Januari 2009

Perda Kota Bukittinggi No. 29 tahun 2004 tentang BAZ


PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI

NOMOR 29 TAHUN 2004

TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BUKITTINGGI,

Menimbang : a. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi Umat Islam yang mampu

dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya, disamping hasil

pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya

mewujudkan kesejahtraan masyarakat terutama dalam mengentaskan

masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial.

b. bahwa dalam rangka menindaklanjuti pelaksanaan Undang-undang Nomor 38

Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka Pengelolaan Zakat yang

dilakukan oleh masyarakat bersama Pemerintah Daerah harus secara

profesional dan bertanggung jawab, dimana Pemerintah Daerah berkewajiban

memberikan perlindungan dan pelayanan kepada Muzakki, Mustahik, serta

pembinaan dan pedoman bagi pengelola zakat itu sendiri;

c. bahwa untuk mewujudkan hal tersebut pada huruf a dan b di atas, perlu di

tetapkan dengan Peraturan Daerah

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom

Kota Besar Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Barat (lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20);

2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127);

3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentarng Peradilan Agama (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3400);

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3839);

5. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2885);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi

Kegiatan Instansi Vertikal di.Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahari Lembaran Negara Nomor 3373);

7. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999. tentang Teknik Penyusunan

Peraturan Perundang-undangan, Bentuk Rancangan Undang-undang,

Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70);

8. Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2000 tentang Kedudukan. Tugas,

Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Departemen

Agama, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 85 Tahun 2002;

9. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun

2003 tentang Pelaksanaan Undarig-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat;

10. Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 02 Tahun 2001 tentang

Perencanaan Strategis Pemerintah Kota Bukittinggi Tahun 2001 2005

(Lembaran Daerah Kota Bukittinggi 2001 Nomor 19).

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BUKITTINGGI

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTTNGGI TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Daerah Kota Bukittinggi.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Bukittinggi.

3. Walikota adalah Walikota Bukittinggi.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disingkat dengan DPRD adalah Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kota Bukittinggi

5. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama.

6. Kepala Kantor Departemen Agama adalah Kepala Kantor Departemen Agama Kota bukittinggi.

7. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat dari Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota.

8. Badan Amil Zakat yang disingkat dengan BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk

oleh Pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan Pemerintah dengan tugas mengumpulkan

mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

9. Lembaga Amil Zakat yang disingkat LAZ adalah intitusi pengelolaan zakat ditingkat Pusat dan

Propinsi yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh Pemerintah dengan persyaratan

tertentu untuk melakukan kegiatan pengumpulan pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai

dengan ketentuan agama.

10. Unit Pengumpul Zakat yang disingkat dengan UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh

Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi dengan tugas mengumpulkan zakat melayani Muzakhi yang

berada pada Desa/Kelurahan, Instansi Pemerintah, BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta, Mesjid

dan lembaga-lembaga keagamaan.

11. Zakat adalah Zakat Mal dan Zakat Fithrah.

12. Zakat Mal adalah harta Yang wajib disisihkan oleh sesorang muslim atau badan yang dimiliki

oleh seseorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya.

13. Zakat Fitrah adalah sejumlah bahari makanan pokok atau nilainya yang dikeluarkan pada Bulan

Ramadhan oleh seseorang Muslim bagi dirinya dan bagi yang ditanggungnya yang memiliki

kelebihan makan pokok atau nilainya unluk sehari pada hari Raya Idul Fithri.

14. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan dan pengawasan

terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat

15. Muzakki adalah orang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban

menunaikan zakat

16. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.

17. Agama adalah Agama Islam.

18. lnfaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di luar zakat untuk kemaslahatan

umum.

19. Sahadaqah adalah harta yang di.keluarkan seseorang muslim atau badan yang dilaksanakan pada

waktu orang itu hidup kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.

20. Hibbah adalah peberian uang atau harang oleh seseorang atau oleh badan yang dilaksanakan pada

waktu orang itu hidup kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.

21. Wasiat adalah pesan untuk memberikan suatu barang kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga

Amil Zakat. Pesan itu baru dilaksanakan sesudah pemberi wasiat meninggl dunia dan sesudah

menyelesaikan penguburannya dan pelunasan hutang-utangnya, jika ada.

22. Waris adalah harta peninggalan seseorang yang beragama Islam yang diserahkan kepada Badan

Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

23. Kafarat adalah denda wajib yang dibayarkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat

oleh seseorang yang melanggar ketentuan agama.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pengelolaan Zakat ini dimaksudkan untuk memberikan

pelayanan serta perlindungan dan pembinaan kepada para Muzakki. Mustahiq, Badan Amil Zakat.

Pasal 3

Peraturan Daerah ini bertujuan antara lain :

1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan Zakat sesuai dengan tuntunan

agama

2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan

masyarakat dan keadilan sosial.

3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna Zakat.

BAB III

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK

Pasal 4

(1) Dengan nama Pengeolaan Zakat, maka pengelolaan Zakat diatur melalui kegiatan perencanaan,

pengorganisasian dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta

pendayagunaan Zakat itu..

(2) Objek Pengelolaan Zakat adalah Zakat yang dikumpulkan dan diterima untuk diberikan kepada

yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan Agama.

(3) Subjek Pengelola Zakat adalah orang Islam atau Badan Milik Orang Islam.

BAB IV

ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT

Pasal 5

(1) Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi dibentuk dengan Keputusan Walikota yang susunan

kepengurusannya diusulkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kota Bukittinggi.

(2) Susunan Kepengurusannya sebgaimana dimaksud pada ayat (1) diatas terdiri dari Dewan

Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personilnya diusulkan kepada

Walikota setelah melalui Tahapan-tahapan sebgai berikut :

a. Membentuk Tim penyeleksi yang terdiri atas unsur Ulama, Cendekia, Tenaga terkait serta

unsur Pemerintah.

b. Menyusun kriteria calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Kota Bukittinggi.

c. Mempublikasikan rencana pembentukkan Badan Amil Zakat Daerah Kota Bukittinggi

secara luas kepada Masyarakat.

d. Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Kota

Bukittinggi sesuai dengan keahliannya.

e. Calon pengurus diusulkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kota Bukittinggi untuk

ditetapkan menjadi pengurus Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi

(3) Calon Pengurus Badan Amil Zakat tersebut harus memilki sifat amanah, mempunyai visi dan

misi, berdedikasi, profesional dan berintegritas tinggi

Pasal 6

Lembaga Amil Zakat yang disingkat dengan LAZ adalah Institusi pengelola Zakat yang hanya ada

ditingkat Pusat dan ditingkat Propinsi yang dibentuk oleh Masyarakat dan dikukuhkan oleh Menteri

Agama ditingkat Pusat dan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi untuk Tingkat

Propinsi dengan persyaratan tertentu untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian dan

pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

BAB V

URAIAN TUGAS, TATA KERJA PENGURUS

BADAN AMIL ZAKAT

Bagian Kesatu

Uraian Tugas

Pasal 7

1) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) memberikan pertimbangan,

fatwa, saran dan rekomendasi tentang Pengembangan Hukum dan pemahaman mengenai

Pengelolaan Zakat.

2) Dewan Pertimbangan mempunyai tugas

a. Menetapkan garis-garis kebijakan Umum Badan Amil Zakat. bersama Komisi Pengawas dan

Badan Pelaksana.

b. Mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang

wajib diikuti oleh Pengurus Badan Amil Zakat.

c. Memberikan pertimbangan saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi

Pengawas.

d. Menampung, mengolah dan menyampaikan pendapat umat tentang Pengelolaan Zakat.

Pasal 8

(1) Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melaksanakan pengawasan

intemal atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan terlaksana.

(2) Komisi Pengawas mempunyai tugas :

a. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.

b. Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup

pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.

Pasal 9

(1) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) melaksanakan kebijakan Badan Amil

Zakat dalam program pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan Zakat.

(2) Badan Pelaksana mempunyai tugas :

a. Membuat rencana kerja yang meliputi rencana pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan

Zakat.

b. Melaksanakan operasional pengelolaan Zakat sesuai dengan rencana kerja yang telah

disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Menyusun laporan tahunan.

d. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada Walikota,

e. Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun

keluar.

Pasal 10

Masa tugas kepengurusan Badan Amil Zakat selama 3 (tiga) tahun

Pasal 11

(1) Ketua Badan pelaksana Badan Amil Zakat bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama

Badan Amil Zakat baik kedalam maupun keluar.

(2) Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Badan Pelaksana pada Badan Amil

Zakat melaksanakan tugasnya secara profesional dalam penuh waktu (full time).

(3) Unsur Badan Pelaksana yang akan melaksanakan tugasnya secara full time sebgaimana dimaksud

ayat (2) ditas, ditetapkan dengan Keputusan Walikota atas usul ketua Badan Pelaksana Amil

Zakat

Bagian Kedua

Tata Kerja

Pasal 12

Setiap Pelaksana Badan Amil Zakat menyampaikan laporan kepada ketua Pelaksana melalui

Sekretaris dan sekretaris menampung laporan tersebut serta menyusun laporan berkala Badan Amil

Zakat.

Pasal 13

Setiap laporan yang diterima oleh Ketua Badan Pelaksana wajib diolah dan digunakan sebagai bahan

untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk mamberikan arahan pada seksi-seksi.

Pasal 14

Dalam melakukan tugasnya setiap Badan Pelaksana dibantu oleh staf dalam rangka pembinaan,

bimbingan kepada seksi-seksi, dan wajib mengadakan rapat berkala.

BAB VI

PEMBENTUKKAN UNIT PENGUMPUL ZAKAT

Pasal 15

(1) Unit Pengumpul Zakat yang disingkat UPZ adalah Satuan organisasi yang dihentuk oleh Badan

Amil Zakat dengan tugas untuk melayani Muzakki yang membayarkan Zakatnya.

(2) Badan Amil Zakat membentuk Unit Pengumpul Zakat pada Instansi/ Lembaga Pemerintah

Daerah, BUMN, BUMD dan Perusahaan Swasta, Koperasi serta lembaga-lembaga keagamaan

yang berkedudukan di Bukittinggi.

(3) Unit pengumpul Zakat di bentuk dengan Keputusan Ketua Badan Pelaksana, Badan Amil Zakat.

(4) Unit pengumpul Zakat melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqah, hibbah, wasiat,

waris, dan kafarat pada unit masing-masing dengan menggunakan formulir yang dibuat oleh

Badan Amil Zakat dan hasilnya disetorkan kepada Badan Amil Zakat.

BAB VII

FENGUMPULAN ZAKAT

Pasal 16

(1) Pengumpulan Zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat dengan cara :

a. Menerima atau memgambil dan Muzakki atas dasar pcmberitahuan dan Muzakki.

b. Badan Amil Zakat dapat bekerja sama dengan Bank dalam pengumpulan Zakat harta Muzakki

yang berada di Bank atas pemberitahuan Muzakki.

(2) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban Zakatnya berdasarkan hukum

agama :

a. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajiban Zakatnya sebagaimana

dimaksud diatas, Muzakki dapat minta bantuan kepada Badan Amil Zakat untuk

menghitungnya

b. Zakat yang dibayarkan kepada Badan Amil Zakat adalah prosentase yang ditetapkan oleh

agama (2 ½ %, 5 %, 10 %, 20 %) terhadap harta yang berkembang yang telah mencapai

nisabnya.

c. Sebagai pedoman dalam penghitungan zakat dapat dipergunakan buku pedoman praktis

tentang Zakat halaman 10 s/d 16 yang diterbitkan oleh Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi

Tahun 1423 H/2002 M.

(3) Badan Amil Zakat wajib menerbitkan bukti setoran sebagai tanda terima atas setiap zakat yang

diterima.

(4) Bukti setoran zakat sebagaimana tersebut pada ayat (3) pasal ini harus mencantumkan hal-hal

sebagai berikut :

a. Nama, Alamat, dan Nomor lengkap pengesahan Badan Amil Zakat.

b. Nomor urut bukti setoran

c. Nama, alamat Muzakki dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), apabila zakat

penghasilan yang dibayarkan dikurangkan dan penghasilan kena pajak, Pajak Penghasilan.

d. Jumlah zakat atas penghasilan yang disetor dalam angka dan huruf serta dicantumkan

Tahun Haul.

e. Tanda tangan, nama, jahatan petugas Badan Amil Zakat, tanggal penerimaan dan setempel

Badan Amil Zakat.

(5) Bukti setoran zakat tersebut dibuat dalam rangkap tiga :

a. Lembar kesatu (asli) warna putih di berikan kepada Muzakki yang dapat digunakan

sebagai bukti pengurangan penghasilan kena pajak, Pajak Penghasilan.

b. Lembar Kedua warna merah muda diberikan kepada Badan Amil Zakat;

c. Lembar ketiga warna biru digunakan sebagai arsip Bank penerima apabila zakat disetorkan

melalui Bank.

BAB VIII

PENDISTRIBUSIAN PENDAYAGUNAAN

DAN PENGEMBANGAN ZAKAT

Pasal 17

(1) Setiap penerimaan zakat fitrah oleh UFZ, 87,5% didistribusikan pada Fuqara dan Masakin

didaerah UPZ sendiri, selebihnya disetorkan pada Badan Amil Zakat.

(2) Pendistribusian atau pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk Mustahiq yang konsumtif

dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :

a. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran Mustahiq delapan Asnaf yaitu Fakir, Miskin,

Amil, Muallaf, Riqab, Gharim, Sabilillah dan Ibnussabil.

b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara

ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.

c. Mendahulukan Mustahiq dalam wilayah Kota Bukittinggi.

(3) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan

persyaratan sebagai berikut :

a. Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana di maksud ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata

masih terdapat sisa lebih.

b. Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.

c. Mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pertimbangan.

Pasal 18

Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud

Pasal 17 ayat (2) dititetapkan sebagai berikut :

a. Melakukan studi kelayakan.

b. Menetapkan jenis usaha produktif.

c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan.

d. Melakukan pemantauan pengendalian dan pengawasan.

e. Mengadakan evaluasi.

f. Membuat laporan.

Pasal 19

(1) Hasil penerimaan lnfaq, Shadaqah, Hibbah, Wasiat dan Kafarat didayagunakan terutama untuk

usaha produktif setelah mmenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 18.

(2) Bagi warga masyarakat yang telah ditetapkan sebagai Muzakki atau mengetahui bahwa ia

termasuk Muzakki, harus membayarkan zakatnya melalui Badan yang telah ditetapkan

Pasal 20

Badan Amil Zakat disamping, tugasnya melakukan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan

dapat juga melakukan pengembangan dalam bentuk usaha lainnya.

BAB IX

PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN

Pasal 21

(1) Dalam melaksanakan tugasnya Badan Amil Zakat bertanggung jawab dan melaporkan hasilnya

kepada Walikota.

(2) Badan Amil Zakat memberikan laporan tahunan atas pelaksanaan tugasnya kepada DPRD paling

lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun.

BAB X

ANGGARAN

Pasal 22

(1) Anggaran kegiatan Badan Amil Zakat bersumber dari dana APBD dan dana Zakat bagian Amil.

(2) Penggunaan anggaran tersebut ayat (1) harus berpedoman kepada ketentuan dan peraturan yang

berlaku.

BAB Xl

KEWAJIBAN DAN PENINJAUAN ULANG

TERHADAP PEMBENTUKAN BADAN AMIL ZAKAT

Pasal 23

(1) Badan Amil Zakat memilki kewajiban sebagai berikut:

a. Segera melakukan kegiatan sesuai program kerja yang telah dibuat.

b. Menyusun laporan tahunan yang didalamnya termasuk laporan keuangan.

c. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik atau

lembaga pengawas pemerintah yang berwenang melalui media masa selambat-lambatnya 6

(enam) bulan setelah tahun buku berakhir.

d. Menyerahkan laporan tersebut kepada Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

e. Merencanakan kegiatan tahunan

f. Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat yang terkumpul.

(2) Badan Amil Zakat dapat ditinjau ulang pembentukkannya apabila tidak melaksanakan kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Mekanisme peninjauan ulang terhadap Badan Amil Zakat tersebut melalui.tahapan sebagai berikut

a. Diberikan peringatan secara tertulis oleh Walikota yang telah membentuk Badan Amil

Zakat itu;

b. Bila peringatan telah dilakukan sebanyak tiga kali dan tidak ada perbaikan, maka

peinbentukkan dapat ditinjau ulang dan Walikota dapat membentuk kembali Badan Amil

Zakat dengan Susunan Pengurus yang baru atas usul Kepala Kantor Departemen Agama

Kota Bukittinggi.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasa1 24

(1) Setiap pengelola zakat karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta

zakat, infaq, shadaqah, hibbah, wasiat, waris dan kafarat diancam dengan hukuman kurungan

paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (Liga puluh juta rupiah)

sesuai dengau Pasal 21 ayat (1) Undang-undang nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat.

(2) Orang atau Badan yang melakukan pengumpulan, pendistrrbusian dan pendayagunaan zakat

selain dan Badan Amil Zakat yang diatur dalam Peraturan Daerah ini atau orang/badan

sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat diancam dengan hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak

Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di atas merupakan pelanggaran.

BAB XIII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 25

(1) Selain pejabat penyidik Polri, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 25

Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan

Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku

(2) Dalam melakukan tugas penyidikan, pejabat penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana

dimaksud ayat (1) pasal ini berwenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan

c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan kegiatannya dan memeriksa tanda pengenal

dan tersangka

d. Melakukan peniyitaan benda dan atau surat

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi

g. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungaimya dalam pemeriksaan perkara

h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dan penyidik Polri bahwa

tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan

selanjutnya melalui penyidik Polri memberitahukan hal tersebut kepada penuntut Umum.

Tersangka atau keluarganya

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini membuat Berita

Acara setiap tindakan tentang:

a. Pemeriksaan tersangka

b. Pemasukkan rumah

c. Penyitaan benda

d. Pemeriksaan surat

e. Pemeriksaan saksi

f. Pemeriksaan tempat kejadian

(4) Berita Acara sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini diteruskan kepada Kejaksaan Negeri

melalui Penyidik Polri.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diundangkannnya Peraturan Daerah ini organisasi atau

institusi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan dalam Peraturan

Daerah ini.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang berkaitan dengan

pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Walikota.

(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini

dengan menempatkannnya dalam Lembaran Daerah Kota Bukittinggi.

Diundangkan di Bukittinggi

Pada tanggal 30 Juli 2004

Sekretaris DAERAH KOTA BUKIT TINGGI

Drs. H. KHAIRUL

Nip. 410003446

Ditetapkan diBukittinggi

pada tanggal 30 Juni 2004

WALIKOTA BUKITTINGGI

DJUFRI

LEMBARAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI

TAHUN 2004 NOMOR 41